Friday, February 26, 2016

Sejarah Toyota Hardtop di Indonesia

Saya hanya ingin bercerita tentang sebuah mobil yang sukses, yang menjadi 'raja' di kelas 4WD  di Indonesia, yang justru 'pensiun' di puncak kejayaannya (4WD = Four Wheel Drive = Gardan Ganda, mobil standar pabrikan untuk pemakaian di medan berat). Di Indonesia mobil ini dikenal sebagai "Toyota Hardtop" saja. Gak peduli biarpun atapnya kanvas (yang lebih eksotis) tetap saja orang ngeyel menyebutnya "Toyota Hardtop". (wikipedia:ToyotaLand Cruiseradalah mobil Serbaguna atau Sport Utility Vehicle / SUV (kata lain untuk mobil 4WD) yang dibuat oleh Toyota Motor Corporation dari tahun 1951 sampai sekarang. Land Cruiser terkenal dengan ketangguhannya di medan berat, tetapi sejak tahun 1990-an juga dibuat model yang mewah yang menjadi basis Lexus LX.  Seri FJ40 adalah type yang paling tangguh dan paling terkenal di dunia. Diproduksi sejak 1960 sampai 1984) Tangguh dan Sangar. Mobil ini memang tangguh di medan berat, terutama ketika tahun 1976 kapasitas mesinnya dinaikkan dari 3.700 cc menjadi 4.200 cc, 6 silinder. Nyaris tidak ada tanjakan yang tidak tertaklukkan. Tidak ada medan berat yang tidak bisa dilewati (tentu saja ini kalimat bombastis dan mirip iklan, karena kemampuannya memanjat dan melewati medan berbatu harus menyerah kepada mobil khusus type trial yang sengaja di oprek untuk keperluan itu). Posisi perletakan komponen elektrik yang ditempatkan jauh di bagian atas, memungkinkan performa mobil ini nyaris tidak terganggu untuk menerjang banjir atau menyeberangi sungai. Biar pengemudinya sudah mandi (air sudah masuk kabin!), asal kap mobil masih kelihatan, mobil masih mampu melaju. Kapasitas mesinnya yang besar, membuat akselerasi mobil ini tidak mengecewakan untuk menyalib. Stabilitas yang cukup baik (dibandingkan dengan kompetitornya) membuat mobil  mampu dipacu sampai 140 km/jam. Adanya fitur 4WD untuk kecepatan tinggi, membuat mobil dengan 'ground clearence' yang cukup tinggi ini sangat stabil dikendarai di jalan basah yang licin. Tampilan fisiknya yang sangar dan macho, membuat pengemudinya percaya diri berlebihan karena tidak bakal ada pengemudi lain yang berani coba-coba men-intimidasi mobil ini di jalan umum (kecuali pengemudi bis yang ugal-ugalan juga, tentu saja). Kelemahan Kinerja mesin segede gajah itu tidak dibarengi dengan sistem rem yang memadai. Menggunakan rem tromol (drum brake) pada keempat roda dengan kinerja cukup buruk, berpotensi menjadi 'kaleng maut' apabila harus melakukan 'panic stop' pada kecepatan tinggi.  Kinerja rem ini bertambah buruk apabila sang roda kena air (akibat kecelup banjir atau mandi di sungai). Pengemudi yang tidak biasa akan merasakan roda yang tiba-tiba mengunci ketika mobil di rem mendadak. Kelemahan lain timbul karena kebiasaan pengemudi yang 'hobby' meletakkan kaki kirinya di pedal kopling. Mesin bertenaga raksasa ini tidak akan mampu ditahan kopling secara terus menerus. Kopling akan slip atau terbakar sama sekali. Memperbaiki kopling mobil ini berarti menurunkan seluruh sistem persneling, dengan kata lain menurunkan separuh mesin. Merepotkan! Di Indonesia, Paruh Pertama, 1961-1973 Masuk ke Indonesia sejak 1961, sampai 1973 mobil ini sama sekali tidak menonjol. Tidak banyak populasi yang berseliweran di jalanan di Indonesia. Kapasitas mesinnya yang tanggung, 3700 cc, dengan kinerja yang pas-pasan, mobil ini sering diejek sebagai 4WD yang banci. Meskipun TNI-AD sudah mulai menggunakan mobil ini untuk kendaraan dinasnya sejak 1963, kepopuleran mobil ini tidak bertambah. Masyarakat "pelat hitam" jarang yang mau membeli mobil ini untuk keperluannya di jalan umum atau di medan berat. Kompetitor 1961-1973: Mitsubishi Jeep sumber: Google Mobil ini masuk ke Indonesia hampir bersamaan waktunya dengan FJ40. Menggunakan chasis dan body Willys tipe CJ-3, mobil ini juga dijuluki 4WD banci karena menggunakan mesin Mitsubishi (asli) 2.700cc. Selain dipergunakan oleh personel TNI AL, mobil ini gagal di pasar umum. Jeep CJ5 sumber: Wiki Semula dinamakan Willys CJ5, tapi ketika kepemilikan Willys Overland berpindah tangan ke Kaiser Corp, dinamakan CJ5 saja. Diproduksi dari 1954-1983, dan secara 'head to head' sebanding dengan FJ40 karena sama mengusung mesin yang seimbang 3.800 cc. Tapi CJ5 punya kemampuan mesin dan kenyamanan yang lebih baik. Populasi mobil ini kira-kira seimbang dengan FJ40. Land Rover seri II (1958), IIa (1961) dan III (1971) sumber: Wiki Bicara tentang Land Rover adalah bicara tentang keberadaan penggemarnya yang sangat fanatik, bahkan sampai hari ini. Meskipun akselerasi mobil ini kalah jauh oleh FJ40 (karena mesinnya hanya 2.800 cc), tapi kemampuannya di medan berat jauh lebih unggul. Kelebihan lain adalah kenyamanan penumpang yang sangat prima. Land Rover 4WD menurut saya adalah pelopor dalam masalah ini. Faktor kenyamanan penumpangnya bisa diadu bahkan dengan SUV kelas menengah saat ini. Populasi saat itu juga jauh mengungguli FJ40. Nissan Patrol seri 60 (1960-1980) sumber: Google Meskipun kapasitas mesinnya (4.000cc) tidak jauh berbeda dengan FJ40, tapi performa mobil ini jauh mengunggulinya. Mungkin karena bobot kendaraan yang jauh lebih ringan dibanding FJ40. Di jalan raya, akselerasi, stabilitas, kecepatan dan kemampuan rem mobil ini jauh di atas. Di medan off road kelincahannya tidak terkejar oleh FJ40.  Mobil inilah penguasa era 1961-1973 di Indonesia, menjadi pilihan utama perusahaan perkebunan, kehutanan dan pertambangan. Kelemahannya dibanding FJ40 adalah konsumsi BBM yang jauh lebih boros dan harga suku cadangnya yang lebih mahal. Volkswagen 181 sumber: Google Mobil ini ditanah kelahirannya dinamakan "Kurierwagen", di Inggris sebagai "Trekker" dan di AS dikenal sebagai "Thing". Karena Indonesia mengimpornya dari Meksiko, namanyapun mengikuti nama julukan di sana, "VW Safari". Diimpor dengan tujuan untuk memberikan mobilitas yang lebih besar kepada para Camat, menjelang Pemilu 1971 (karena itu pula namanya juga terkenal sebagai VW Camat) tidak dengan tujuan untuk menempuh medan berat. Oleh karena itu yang beredar di sini tidak ada yang dilengkapi gardan ganda. Jadi sebenarnya mobil ini bukan merupakan pesaing FJ40, meskipun populasinya cukup tinggi. Paruh Kedua, 1973-1984, era membangun industri otomotif Indonesia. (Di tahun 1973 dalam rangka merangsang tumbuhnya industri otomotif di Indonesia Pemerintah mengharuskan setiap mobil yang dijual di Indonesia harus dirakit di Indonesia. Impor mobil dalam keadaan utuh/CBU (Completely Built Up) dilarang. Semua instansi Pemerintah diharuskan mematuhi Instruksi ini dengan membeli dan/atau mengganti mobil operasionalnya dengan mobil rakitan Dalam Negeri. Toyota di bawah grup Astra  sebagai Agen Tunggal Pemegang Merek di Indonesia, dan sudah selesai mendirikan PT Multi Astra sebagai pabrik perakitan 1973. bersama Mitsubishi (melalui PT. Krama Yudha) segera berlari kencang. Semua kompetitornya bertumbangan.   Kebijakan yang dinilai mahasiswa sebagai sarat KKN itu kemudian disebut sebagai program "Toyota-nisasi" di Indonesia. Issue ini ikut meledakkan demonstrasi mahasiswa dan kerusuhan Malari 1974). Mitsubishi yang tidak lagi berminat mengembangkan Jeep, membuat FJ40 ini melaju sendirian nyaris tanpa pesaing. Kompetitor serius baru muncul tahun 1980 an ketika Daihatsu, (dibawah bendera grup Astra juga) memunculkan Taft dan Suzuki (dibawah bendera Indomobil) menampilkan Jimny. Tapi PT. TAM selaku ATPM mobil FJ40 ini menjawab kebijakan pemerintah ini dengan baik. Jaringan dealer segera dibangun dimana-mana. Harga mobil dan suku cadang yang murah dan mudah didapat sangat membantu meledakkan populasi mobil ini secara deret ukur. Pula peningkatan kapasitas mesin di tahun 1976 menjadi 4.200 cc menutup semua kritikan itu. Sampai lonceng kematiannya berdentang 1984, ketika seri ini dihentikan produksinya, FJ40 menjadi pemimpin pangsa pasar di kelas 4WD di Indonesia. Daihatsu Taft Tahun 1977 Daihatsu merakit Taft seri F20 bermesin bensin 1.600 cc sebagai ujung tombak mobil gardan ganda/4WD mereka. Karena bermesin kecil dan lemot, model ini tidak terlalu sukses. 2 tahun kemudian Daihatsu Taft F55 bermesin diesel 2.500 cc diperkenalkan dan segera sukses dan menjadi pesaing sangat serius bagi FJ40. sumber: Google Membandingkan kemampuan mesin kedua mobil ini seperti membandingkan kucing dan harimau. Toyota FJ40 yang bensin 4.200cc sangat unggul di jalan raya dan meninggalkan Taft F55 yang diesel 2.500cc dalam kepulan debu. Tapi Taft F55 punya keunggulan lain yang sangat signifikan. Konsumsi BBMnya yang irit dan harga solar yang sangat murah (waktu itu), menjadikan operasi keseharian mobil ini cuma sepertiga FJ40. Kemampuan mesinnya yang relatif kecil ternyata berlebihan untuk mendukung kinerja mobil di medan berat. Mungkin karena bodynya yang jauh lebih ringan. Kemampuan lain yang tidak dipunyai FJ40 adalah pemindahan sistim pengemudian (transfer case) 2WD ke 4WD dan sebaliknya bisa dilakukan ketika mobil berjalan, seperti Land Rover (FJ40 harus samasekali berhenti). Karena itu kalau adu cepat "membajak sawah" Taft F55 ini mampu mengasapi FJ40. Kelemahan mobil ini (meskipun jarang dipergunakan) adalah nyaris tidak punya kemampuan untuk menarik beban atau mobil lain yang terjebak di medan berat (FJ40 dan Land Rover punya kinerja yang bagus soal ini). Ketika FJ40 berhenti diproduksi, Taft justru memperkenalkan type baru bermesin 2.800cc yang berkemampuan jauh lebih baik. Taft GT inilah yang kemudian menjadi penerus FJ40, menjadi penguasa tunggal di kelas 4WD ini. Suzuki Jimny sumber: Suzuki Jeep Club Tahun 1979 Suzuki Indonesia memperkenalkan kendaraan 4WD mereka  yang pertama Jimny LJ50 dengan kapasitas mesin "hanya" 550cc. Karena tidak sukses, setahun kemudian LJ80 dengan kapasitas mesin 800cc 4 silinder diluncurkan, dan sukses. Meskipun tampil sebagai kendaraan 4WD, tapi kemampuan mobil ini di medan berat bisa dikatakan sangat payah. Tetapi pasar menerimanya dengan tujuan lain. Mobil yang mungil dan kompak ini, dengan konsumsi BBM yang irit, mudah dikendarai dan gesit manuvernya, mobil ini lebih sukses sebagai mobil kota (city-car). Untuk tujuan itu malah perangkat 4WD mobil ini banyak yang dicopot oleh pemiliknya. Jeli menangkap peluang, ketika kemudian type SJ40 diluncurkan tahun 1982 dengan kapasitas mesin 1.000cc, perangkat 4WD ini justru menjadi "optional". Menurut saya, mobil ini tidak bisa dibandingkan dengan FJ40 karena berbeda kelas. CJ7 sumber: Google Segera setelah kepemilikannya beralih dari Kaiser ke AMC, Civilian Jeep (CJ) mulai memasarkan type CJ7 di tahun 1976. Tahun 1981 CJ7 ini dirakit di Indonesia dan cukup berhasil di pasar. Meskipun dilengkapi dengan perangkat 4WD, tapi karena mesinnya diesel Isuzu 2.400cc, kinerja  mobil ini boleh dibilang sangat parah di jalan raya maupun di medan offroad. Cerita menjadi lain ketika yang tampil adalah versi mesin bensin AMC 4.200cc 6 silinder atau yang versi bensin AMC 5.000 cc V8, 8 silinder. Tapi 2 versi ini tidak beredar secara luas di Indonesia. Meskipun demikian,  mobil ini cukup sukses di pasar..... FJ40 kini FJ40, bikini top sumber: Wiki Sampai kini, mobil ini masih banyak berseliweran di jalan umum, dalam berbagai macam kondisi. Sebagai "collector's item" mobil produksi tahun 1961 dan 1984 saat ini dihargai orang tidak kurang dari harga sebuah Toyota Innova terbaru!. Desain purwarupa mobil ini yang nyaris tidak berubah sejak 1960 sampai 'kematian'nya 1984 menjadikan penampilan mobil ini sangat klasik (seperti VW Beetle)

No comments:

Post a Comment